Senin, 26 Januari 2009
Prinsip :
Melakukan penusukkan pada bagian ujung jari secara aseptis untuk mendapatkan sempel darah perifer.
Alat – alat / bahan :
1. Lancet steril.
2. Kapas alkohol.
3. Tabung penampung ukuran mikro.
4. Kapas kering.
5. Mikropore.
6. Penghangat tumit ( handuk hangat dsb ).
Cara kerja :
1. Dibersihkan dengan kapas alkohol 70 % bagian yang akan ditusuk, biarkan kering dengan sendirinya.
2. Bagian jari yang akan ditusuk dipegang agar tidak bergerak dan jangan diremas.
3. Tusuk dengan cepat memakai lancet steril dengan posisi lancet tegak lurus.
4. Tetes darah pertama dilap dengan kertas kering, tetes berikutnya diperlukan sebagai sempel sesuai keperluan pemeriksaan.
5. Setelah selesai diambil darahnya, bekas luka ditutup dengan kapas kering dan diplester dengan mikropore.
Pembahasan :
1. Pada orang dewasa diambil pada ujung jari tangan kedua, ketiga dan keempat, anak daun telinga, pada anak – anak dan bayi diambil pada bagian ibu jari kaki dan tumit.
2. Tusuklah agak dalam agar darah mudah keluar ( ± 2.4 mm ).
3. Jangan menekan jari, telinga atau tumit yang ditusuk untuk mendapatkan darah karena akan bercampur dengan cairan jaringan.
4. Jangan menusuk pada bagian yang sudah pernah diambil.
5. Jangan menusuk paralel dengan guratan sidik jari, sebab darah akan mengalir kebawah jari dan akan sulit ditampung.
6. Jika bagian tubuh yang akan diambil terasa dingin jangan ditusuk sebab darah yang akan keluar akan sedikit, sebaiknya dihangatkan dahulu.
Kesimpulan :
Sampling darah sangat dipengaruhi pemeriksaan, untuk itu hindari darah yang beku dan bercampur cairan jaringan serta hindari teknik pengambilan yang kurang baik.
Daftar Pustaka :
R. Ganda Subrata ; Penuntun Laboratorium Klinik, PT. Dian Rakyat, 1985.
Prinsip :
Merupakan pewarnaan diferensial yang membedakan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan kemampuan bakteri mempertahankan warna para rosanilin, seperti kristal violet, metil violet atau gentian violet setelah proses dekolorisasi dengan aseton, alkohol atau aseton iodium.
Komposisi :
1. Kristal violet bermanfaat sebagai pewarnaan primer. Zat warna primer ini diikuti dengan pemberian larutan iodine, yang disebut mordant, biasanya suatu senyawa metalik yang bergabung dengan zat warna untuk membentuk senyawa berwarna yang tidak larut. Presipitat yang tidak larut ini disebut: kompleks kristal violet iodine.
2. Decolorizer biasanya etanol 95% atau alkohol aseton.
3. Safranin berfungsi sebagai zat warna pulas tanding.
Mekanisme :
Beberapa spesies bakteri mempunyai sifat kimia alami pada dinding selnya yang dapat menahan kristal violet setelah diberikan decolorizer. Di bawah mikroskop bakteri yang dapat menahan warna ini tampak biru gelap, disebut Gram +. Sedangkan pada beberapa bakteri, kristal violet menghilang setelah pemberian decolorizer. Bakteri tersebut kemudian menahan pulasan tanding Safranin sehingga tampak merah, dan disebut Gram -.
Teori Penyebab Gram + dan Gram - :
1. Gram Negatif ( - )
Dinding sel Gram – mempunyai kandungan lipid yang lebih besar. Lipid larut dalam alkohol dan aseton ( decolorizer ). Hilangnya dianggap meningkatkan ukuran pori dinding sel dan menyebabkan terjadinya dekolorisasi yang lebih cepat.
2. Gram Positif ( + )
Kompleks kristal violet – iodine - ribonukleat membentuk Gram +. Ikatan ini tidak dapat dipecah oleh decolorizer.
Faktor- faktor yang menyebabkan variasi reaksi Gram :
1. Pewarnaan berlebihan sehingga dinding sel luntur. Sel Gram + melepas zat warna primer dan menerima pulas tanding.
2. Densitas sel pada hapusan. Hapusan yang terlalu tipis tidak menimbulkan dekolorisasi yang seharusnya.
3. Konsentrasi dan kesebaran reagen Gram.
4. Lama dan proses pencucian setelah pemberian kristal violet, jumlah air yang tersisa pada hapusan waktu diberi iodine.
5. Sifat, konsentrasi, jumlah decolorizer.
6. Usia kultur bakteri. Reaksi Gram hanya untuk usia kultur sampai 24 jam. Pewarnaan Gram mungkin atipik pada kultur yang masih sangat baru, terlalu lama, mati atau degenerasi.
Quality control
Staphylococcus aureus berwarna biru atau ungu, untuk Gram +
Escherichia coli berwarna merah, untuk Gram - .
Kepustakaan:
1. Koneman EW, Allen SD, Janda WM, et al. Color atlas and textbook of diagnostic microbiology. 5th ed. Lippincott. Philadelphia.1997 : p86-8.
2. Beishir L. Gram staining.In : Microbiology in practise. A self instructional laboratory course.5th ed. Harper Collins. New York.1991 : p 223 - 30.
Analisa Sperma
1. Penerangan dan cara penampungan sperma manusia
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Melakukan abstinensia selam 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari.
b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
c. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih dan steril ( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan.
d. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam satu individu.
e. Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.
f. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau kondom.
1.1 Beberapa cara memperoleh sperma
a. Masturbasi / Onani
Cara ini merupakan methode yang paling dianjurkan untuk memperoleh sperma, biasanya dengan tangan (baik tangan sendiri maupun tangan istrinya) atau dengan suatu alat tertentu. Kebaikan cara ini menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, menghindari dari pencemaran sperma dengan zat-zat yang lain.
b. Coitus Interuptus ( CI )
Adalah melakukan persetubuhan secara terputus, hal ini kurang baik dianjurkan sebab :
Memungkinkan sperma dapat tercampur dengan cairan vagina, sehingga banyak mengandung epitel, leukosit, eritosit, bakteri, parasit, jamur dll.
Dalam jumlah penampungannya kurang, karena sperma sebagian dapat mesuk ke vagina. Disamping itu terjadi kesalahan pada pemeriksaan PH dan konsentrasi.
c. Coitus Condomatosus
Pengeluaran sperma dangan cara ini dilarang dan sangat tidak diperkenankan. Karena sebagian besar karet kondom mengandung bahan spermiacidal, yaitu bahan yang dapat mematikan sperma
d. Reflux poscital
Adalah suatu cara Coitus dimana setelah sperma keluar dan masuk kevagina, sperma tersebut dibilas demga pz atau cairan lainnya. Hal ini akan timbul kekeliruan dalam volume konsentrasi dan viskositas.
e. Massage prostat
Adalah suatu cara pengeluaran dengan cara memijat kelenjar prostat lewat rectum, disini jelas akan timbul kekeliruan dalam penafsiran pH, konsentrasi dan sebagainya yang keluar adalah cairan prostat.
Jadi cara memperoleh sperma yang paling baik adalah dengan onani meskipun faktor psikis ada pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi pada orang desa, orang tertentu yang tidak bisa melakukan onani atau orang yang tidak mengerti tentang onani.
Biasanya orang kota lebih gampang dari pada orang desa, orang muda lebih mudah dari pada orang tua, orang yang tidak di sunat lebih gampang daripada orang yang di sunat, juga pengaruh religius.
Cara memperoleh sperma sebagai pilihan kedua adalah dengan cara Coitus Interuptus bila alasan religius cara pertama tidak memungkinkan.
1.2 Tempat Penampung Sperma
Sebenarnya semua alat boleh dipakai asalkan tempat tersebut tidak mengandung spermatotoxic. Sperma sangat tidak dianjurkan ditampung pada tempat-tempat yang terbuat dari :
1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH) sehingga sperma akan rusak.
Pada umumnya tempat yang digunakan menampung sperma terbuat dari gelas yang bersih . tidak mengandung spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang terbuat dari :
» Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada tempat yang terbuat dari bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
» Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya muat pada penis.
» Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
» Ukuran tempat penampung sperma 50 ml – 100 ml.
2. Pelaksanaan Analisa Sperma
Spermiogram memuat data-data tentang :
1. Volume sperma.
2. Bau.
3. pH
4. Warna.
5. Liquefaction.
6. Viskositas.
7. Aglutinasi.
8. Jumlah sperma / lapangan pandang.
9. Pergerakan spermatozoa.
10. Leucocyte.
11. Fruktosa.
2.1. Analisa sperma Secara Makroskopis
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi :
a. Pengukuran Volume
Dilakukan setelah sperma mencair, cara kerja :
ξ Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
ξ Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml.
ξ Kemudian baca hasil.
Volume normal sperma belum jelas sampai sekarang, disebabkan lain bangsa lain volume. Bagi orang indonesia volume yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut Hyperspermia, Sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.
Hypospermia disebabkan oleh :
Ejakulasi yang berturut-turut
Vesica seminalis kecil ( buntu cabstuksi )
Penampung sperma tidak sempurna
Hyperspermia disebabkan oleh :
Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat.
Minum obat hormon laki – laki.
Kesan volume ini menggambarkan kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis.
b. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur pH cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan pH meter. Cara kerjanya :
Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol penampung, baca hasil. Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 – 7,8. pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak ( terinfeksi oleh kuman gram (-), mungkin juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak.
c. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah mempunai engalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang khas tersebut. Baunya Sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat.
Cara pemeriksaannya :
ξ Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
ξ Dalam laporan bau dilaporkan : khas / tidak khas
Dalam keadaan infeksi sperma berbau busuk / amis. Sacara biokimia sperma mempunyai bau seperti klor / kaporit.
d. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan, sperma yang normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan.
Cara kerja :
Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup.
e. Liquefection
Liquefaction dicheck 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat dengan jalan melihat coagulumnya.
Bila setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan (semininnya jelek).
Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin :
Tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau memang tak mempunyai vesika seminalis.
f. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma sempurna. Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara :
Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya.
Cara Pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Mengukur vikositas dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan sperma dipipet sampai angka 0,1, kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setalah itu arahkan pipet tegak lurus dan stopwath dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung waktunya dengan detik. Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena :
- Spermatozoa terlalu banyak
- Cairannya sedikit
- Gangguan liquedaction
- Perubahan komposisi plasma sperma
- Pengaruh obat-obatan tertentu.
g. Fruktosa Kualitatif
Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam sperma, hal ini dapat disebabkan karena
- Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens
- Bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat
- Kelainan pada kelenjar vesika seminalis
Cara pemeriksaan fruktosa :
- 0.05 ml sperma + 2 ml larutan resolsinol ( 0.5 % dalam alkohol 96% ) campur sampai rata.
- Panaskan dalam air mendidih 5 menit.
- Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas menjadi merah coklat atau merah jingga.
- Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna.
Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin pada sperma azoospermia
2.2 Analisa Sperma Secara Mikroskopik
Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk dengan baik, untuk pemeriksaan mikroskopik maka 1 tetes sperma, diameter sekitar 2 – 3 mm, diletakan diatas gelas objek yang bersih dan kemudian ditutup dengan gelas penutup, Setelah itu siap di periksa dibawah pembesaran 100 X atau 400-600 X.
1. Jumlah Sperma Perlapang Pandang / Perkiraan densitas sperma
Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu dilakukan perkiraan kasar jumlah sperma agar dapat menentukan prosedur pengenceran yang akan digunakan dan untuk mempersiapkan sediaan apus untuk analisis morfologi.
Cara Pemeriksaanya :
- Diaduk sperma hingga homogen
- Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu ditutup dengan cover glass(ukuran standar)
- Kemudian dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 X
- Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang
Misalnya dihitung berturut-turut : lapang pandang
I = 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa
Disini dalam laporan dituliskan terdapat 5 – 10 spermatozoa perlapang pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 5 – 10 juta/ml
Kalau spermatozoanya banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang pandang)
Misalnya ¼ Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang pandang 200 spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 200 juta/ml
Kalau dilihat perlapang pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah dilakukan pemeriksaan konsentrasi, jadi disini menghemat tenaga dan reagensia, bila didapatkan nol spermatozoa disebut Azoospermia.
Azoospermia dapat disebabkan oleh karena :
- Testisnya kecil atau rusak
- Salurannya testis buntu (obstruksi)
- Vasectomy bila diperlukan untuk check up
Apabila Azoospermia, ini menggambarkan operasi vasectomy tersebut berhasil dan ini sangat menggembirakan pasien
- Over dosis Androgen dan corticosteroid
2. Pergerakan Sperma
Pada pemeriksaan perlapang pandang sekaligus kita memeriksa pergerakan spermatozoa dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental sehingga spermatozoa mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab dengan bertambahnya waktu maka :
- spermatozoa akan memburuk pergerakannya.
- pH dan bau mungkin akan berubah .
spermatozoa yang bergerak baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-putar dan lain-lain
- Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa itu mati yang betul adalah spermatozoa tidak bergerak
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (20OC - 25 OC).
Perhitungan :
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik misal :
- yang tidak bergerak = 25%
- yang bergerak kurang baik = 50%
- yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya kelipatan 5 misalnya : 10%,15%, 20%)
Kalau sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup.
Sebab menurunnya motilitas spermatozoa
Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan.
Cara penyimpanan sampel yang kurang baik.
3. Perhitungan Jumlah Sperma
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan mengunakan metode hemositometer atau ”electronic coulter counter”. Metode hemositometer lebih sering digunakan untuk sperma yang mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah dengan segera. Metode hemositometer ini dipergunakan di sebagian besar negara.
Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1 :10, 1:20,1:50,atau 1:100 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin, 5 ml cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000 ml. Pewarnaan tidak diperlukan bila dipergunakan mikroskop fase kontras. Perlu digunakan 2 pengenceran untuk setiap sperma. Meskipun sering digunakan pipet leukusit tidak cukup tepat untuk digunakan sebagai alat pengenceran dan karena itu disarankan sebagai alat pengenceran dipergunakan pipet mikro modern (10, 50, 100 atau 200ul). Sperma yang diencerkan harus diaduk lebih dahulu dan segera dipindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer) yang telah ditutup dengan gelas penutup.
hemositometer ini diletakan kamar lembab selama 15 menit sampai 20 menit agar semua sel mengendap kemudian dihitung dibawah mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras dan pembesaran 100 atau 100X spermatozoa (sel benih yang matang yang mempunyai ekor yang dihitung). Perbedaan antara jumlah sperma dari kedua pengenceran tadi tidak boleh lebih dari 10 % pada sperma yang mempunyai densitas rendah atau 20% pada sperma yang mempunyai densitas tinggi (> 60 juta/ml).
Perlu dipahami bahwa yang disebut konsentrasi sperma adalah jumlah spermatozoa/ml sperma. Sedangkan jumlah spermatozoa total ialah jumlah spermatozoa dalam ejakulat.
Prosedur perhitungan spermatozoa dengan menggunakan hemositometer (kamar hitung Neubauer) adalah sebagai berikut :
Hitung jumlah sperma dengan objek 40 x pada daerah leukosit, cukup satu bidang saja (tidak perlu 4 bidang)
Kamar hitung Neubeur untuk menghitung spermatozoa
Perhitungan :
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma dalam 1 mm3 = 1/0,1 X pengenceran X N
= 10 X N X pengenceran
= 10 N X Pengenceran /mm3
Jumlah spermatozoa / cc = 10 N X Pengenceran x 1000
N = Jumlah sperma yang dihitung dalam kotak W
4. Morfologi
Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat dilakukan dengan cara :
Membuat preparat hapusan diatas obyek glass keringkan selama 5 menit, lalu di fixasi dengan larutan metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna yang lain menurut kesukaan sendiri.
Bentuk Normal :
Bentuk oval
Bentuk spermatozoa abnormal :
Bentuk Piri ( Seperti buah pir )
Brntuk terato ( tidak beraturan dan berukuran besar )
Bentuk lepto ( ceking )
Bentuk Mikro ( Kepala seperti jarum pentul )
Bentuk Strongyle ( seperti larva stongyloides )
Bentuk Lose Hezel ( Tanpa kepala )
Bentuk Immature ( spermatozoa belum dewasa, terdapat cytoplasmic )
Cytoplasmic droplet
Arti klinik
1. Banyak kepala normal / oval berarti fungsi testis baik
2. banyak bentuk bukan oval fungsi testis jelek
3. banyak sel imatur, epidemis banyak gangguan.
Misalnya : radang varicocle atau abstinensia seksualitasnya kurang lama.
5. Lekosit
Leukosit di laporkan per lapang pandang seperti halnya dalam sedimen urin, misalnya 3 – 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat hubunganya dengan infeksi organ – organ spermiogenesis.
2.3. Analisa Sperma Secara Kimia
Pemeriksaan kimia terbatas pada perhitungan kadar fruktosa, nilai normal fruktosa adalah : Fruktosa tersebut berasal dari vesiculze Seminalis
Cara pemeriksaan Fruktosa :
Regensia :
1. Larurtan Ba(OH)2 0,3N
2. Larutan Zn SO4 0,175M
3. Larutan Resorcinol 0,1% dalam 100ml alkhohol 95%.
4. Standar fruktosa stock 50 mg fruktosa larut dalam 100 ml asam benzoat 0,2 %
Standar fruktosa 1 ml standar fruktosa stock diencerkan dengan H2O 100ml.
Konsentrasi 200 mg fruktosa / dalam mani.
Prosedur Kerja
1. Lakukan diproteinsasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu mengencerkan 0.1 ml mani dengan 2.9 ml air. Kemudian tambah 0.5 ml larutan Ba(OH)2 campur tambahan 0.5 ml Zn SO4. kemudian dicentrifuqe.
2. Sediakan 3 tabung , satu tabung Tt (test) S (standar) dan B (banko)
Tabung T diisi 2 ml cairan pada langkah 1
Tabung S diisi 2 ml sebagai fruktosa
Tabung B diisi 2 ml aquadest
3. Ketiga tabung ditambah masing - masing 2 ml recorcinol dan 6 ml HCl
4. Campur isi tabung, panasi dalam weter bath 900 C selama 10 menit
5. Baca aboubusi T terhadap S pada 490 mm dengan spektrofotometer
6. Hitung kadar fruktosa dengan rumus AT / AS x 200 = mg/dl
Kadar Fruktosa sperma normal : 120 – 450 mg/dl
3. Interprestasi Hasil Analisa Sperma
NO
ISTILAH Jumlah
Spermatozoa
(juta/ml) Motil
Normal
(%) Morfologi
Normal
(%)
1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50
2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50
3 Ekstrim Oligozoospermia < 50 > 50 > 50
4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50
5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50
6 Oligo Asthenozoospermia < 20 < 50 > 50
7 Oligi Astheno Teratozoospermia < 20 < 50 < 50
8 Oligo Teratozoospermia < 20 > 50 < 50
9 Astheno Teratozoospermia > 20 < 50 < 50
10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50
11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma
12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat ejakulasi
Pengambilan darah Vena
Sampling Darah Vena
Prinsip :
Pembendungan pembuluh darah vena dilakukan agar pembuluh darah tampak jelas dan dengan mudah dapat ditusuk sehingga didapatkan sempel darah.
Alat – alat :
- Spuit disposable.
- Kapas alcohol 70 %.
- Kapas kering.
- Tabung sempel.
- Tourniquet.
- Mikropore.
Cara kerja :
- Pasang tourniquet pada lengan atas ± 7 – 10 cm diatas bagian yang akan dilakukan tusukkan dan pasien diminta untuk mengepalkan tangannya.
- Pilih vena yang besar, tidak mudah bergerak dan bersihkan dengan alkohol 70 %, biarkan kering dengan sendirinya.
- Tusuk kulit dengan jarum pada kemiringan 30O, sampai jarum masuk ke dalam lumen vena.
- Kendurkan ikatan tourniquet perlahan – lahan, tarik pengisap Spuit sehingga darah masuk kedalam spuit sebanyak yang diperlukan.
- Letakkan kapas kering diatas jarum, kemudian cabut jarum spuit perlahan lahan dari vena.
- Tekan kapas kering tersebut beberapa menit dan tutup dengan mikropore.
- Pisahkan darah kedalam tabung sesuai kebutuhan pemeriksaan dengan cara melepaskan jarum dari spuit dan alirkan darah pada dinding tabung.
Pembahasan :
1. Pembendungan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil pemeriksaan karena akan terjadi hemokonsentrasi.
2. Vena yang dapat ditusuk yaitu: pada orang dewasa adalah vena fossa cubiti, pada bayi vene juguralis superfialis atau sinus sagitalis superior.
3. Penusukkan harus tepat pada vena agar tidak menimbul hematum.
4. Pengisapan darah yang terlalu dalam akan menyebabkan darah membeku dalam spuit, segera pisahkan darah ke dalam tabung sesuai dengan jenis pemeriksaan.
Kesimpulan :
Sampling darah vena secara baik dan benar sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan tidak menimbulkan keluhan pada pasien.
Info Analis
1. SMK Analis Kesehatan Tunas Harapan Jakarta
2. SMK Analis Kesehatan Ditkesad
3. SMK Analis Kesehatan Cagar Budaya
4. SMK Analis Bekasi